Riyan Permana Putra Bahas Penipuan dan Penggelapan Hewan Kurban di RRI Bukittinggi
Bukittinggi – Pada Minggu, (8/8/2022) dalam acara Ngobrol Pagi Situasi Terkini Nagari Minang (Ngopi Steng) RRI Bukittinggi dibahas mengenai persoalan dugaan penipuan ataupun penggelapan hewan kurban yang diduga dilakukan oleh AD. Dengan presenter Jhoni Marbeta, S.E., Ak, Narasumber Dr. Miswardi, SH., M.Hum (Pakar Hukum Ilmu Pidana UIN Syech M. Djamil Djambek Bukittinggi), Dr (cand). Riyan Permana Putra, SH, MH, (Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi), Ibu Rita (Mantan Kapolsek Bukittinggi), dan H. Syamsul Bahri, SHI, MA. (Binmas Islam Kemenag Bukittinggi).
Dalam acara bincang pagi tersebut Dr. Miswardi, SH., M.Hum, Pakar Hukum Ilmu Pidana UIN Syech M. Djamil Djambek Bukittinggi menyatakan masyarakat diharapkan dapat melakukan pencegahan terjadi kembali kejadian penipuan ataupun penggelapan hewan kurban dengan membuat perjanjian tertulis dengan toke hewan kurban.
Ibu Rita yang merupakan mantan Kapolsek Kota Bukittinggi dalam keterangan menyatakan ada tiga laporan polisi terhadap dugaan pidana yang AD lakukan.
Sependapat dengan Dr. Miswardi, Riyan Permana Putra juga setuju ad perjanjian untuk mencegah penipuan dan penggelapan. Bahkan Riyan mengungkap ia pernah diminta untuk merancang perjanjian antara Kopigo dan Panties Pizza Bukittinggi, namun ia menyarankan ke notaris karna jumlah dana yang berputar besar sekali. Dan perjanjian itu untuk pencegahan dan upaya solutif jika suatu persoalan hukum terjadi.
Riyan menyarankan seharusnya ada ketelitian antara seller dan buyer atara pembeli dan pejual juga perlu ada tracking pengecekan track record penjual sapi kurban.
Dan Riyan Permana Putra menyatakan bisa selain menggunakan Pasal 372 KUHP dan 378 KUHP dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara, menurut Riyan penyidik juga melihat kemungkinan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang yang terdapat dalam Pasal 4 Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman maksimal penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dena paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Karna melihat dalam keterangan pers Polresta Bukittinggi ada data dari keterangan pelaku, pelaku melakukan perbuatan tersebut dikarenakan pelaku tersangkut hutang kepada seorang pengepul sapi qurban di provinsi lampung ditahun 2020 dengan nilai hutang Rp 430.000.000, dan juga kepada seorang pakang sapi dengan nilai hutang Rp. 200.000.000.
Sehingga uang yang diberikan oleh panitia Qurban kepada pelaku, dipergunakan pelaku untuk membayar hutangnya kepada pengepul sapi qurbqn di lampung tersebut senilai Rp.147.000.000, serta dipergunakan pelaku untuk memenuhi kebutuhan sehari serta untuk biaya selama melarikan diri.
Tindakan pelaku menurut Riyan diduga juga memenuhi unsur Tindak Pidana Pencucian uang yang terdiri dari Placement, yaitu tahap proses penempatan atau pentransferan dana hasil kejahatan; Layering, yaitu proses pemisahan hasil kejahatan dari praktek-praktek illegal; dan Integration, yaitu proses penghimpunan uang hasil kejahatan secara integratif ke dalam account penampungan.
Bahkan diduga memenuhi unsur Pasal 4 Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman maksimal penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dena paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Riyan juga menyatakan untuk mengetahui apakah terpenuhi unsur tindak pidana pencucian uang ini atau tidak, penyidik bisa bekerja sama dengan perbankan apalagi dalam Pasal 72 ayat (2) UU TPPU diatur mengenai pengecualian rahasia bank bagi penyidik, penuntut umum, atau hakim. Yang mana tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan Transaksi Keuangan lain.
Selain itu Riyan juga menjelaskan, jika janji ganti rugi yang dijanjikan AD saat konferensi pers di Polresta Bukittinggi tidak terlaksana bahwa korban penipuan dan penggelapan hewan kurban tersebut dapat menempuh upaya ganti rugi untuk korban tindak pidana yang mana pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: melalui Penggabungan Perkara Ganti Kerugian, melalui Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, dan melalui Permohonan Restitusi.(*)