Riyan Permana Putra: Skala Prioritas Anggaran Bukittinggi Diduga Langgar Aturan, Pemda Diminta Koreksi Kebijakan
Bukittinggi — Sebagaimana dilansir dari Tri Arga News, Diduga ada polemik kondisi keuangan daerah Kota Bukittinggi yang diduga morat-marit berhadapan dengan kebijakan skala prioritas anggaran terus menuai sorotan. Praktisi hukum Riyan Permana Putra menilai dugaan perbedaan antara janji awal pemerintah daerah dengan rancangan belanja daerah saat ini diduga berpotensi menimbulkan persoalan hukum tata kelola pemerintahan.
Riyan menegaskan, pengelolaan keuangan daerah tidak dapat dilepaskan dari ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mewajibkan setiap tahapan anggaran—mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban—dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
“Anggaran daerah adalah produk hukum sekaligus produk politik. Namun politik anggaran tidak boleh mengabaikan hukum dan partisipasi publik,” ujar Riyan, menanggapi perdebatan yang mencuat pasca reses DPRD di Kecamatan Guguak Panjang, Jumat (19/12/2025).
Aturan yang Berpotensi Dilanggar
Menurut Riyan, jika benar hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tahun Anggaran 2026 diduga dinolkan tanpa dasar yang jelas, maka terdapat sejumlah regulasi yang patut dipertanyakan kepatuhannya, antara lain:
1. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Mengamanatkan Musrenbang sebagai forum resmi partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Mengabaikan hasilnya tanpa alasan teknokratis yang dapat dipertanggungjawabkan berpotensi melanggar asas partisipatif.
2. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Mengatur kewajiban pemerintah daerah menyusun kebijakan pembangunan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan RPJMD. Penetapan skala prioritas sepihak berpotensi bertentangan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah.
3. Permendagri Nomor 86 Tahun 2017
Menegaskan keterkaitan antara Musrenbang, RKPD, dan APBD. Jika usulan masyarakat terputus tanpa penjelasan, maka proses perencanaan dapat dinilai tidak sinkron dan cacat prosedural.
4. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)
Terutama asas keterbukaan, kepastian hukum, dan tidak menyalahgunakan kewenangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Kebijakan anggaran yang mengabaikan Musrenbang diduga berpotensi melanggar asas legalitas dan membuka ruang sengketa administrasi,” tegas Riyan.
Politik Anggaran Sah, Tapi Ada Batasnya
Riyan juga menanggapi pernyataan Anggota DPRD Bukittinggi Rahmi Brisma yang menyebut kebijakan tersebut sebagai bagian dari politik anggaran dan strategi menarik dukungan keuangan pusat melalui pra-MoU kementerian.
“Politik anggaran adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi. Namun secara hukum, politik anggaran tidak boleh mengorbankan aspirasi masyarakat dan janji politik kepala daerah yang tertuang dalam RPJMD,” katanya.
Menurutnya, pembangunan taman kota, landscape, dan fasilitas pariwisata memang dapat meningkatkan daya tarik Bukittinggi. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk meniadakan seluruh usulan masyarakat yang telah melalui mekanisme resmi.
Solusi dan Rekomendasi Hukum
Sebagai solusi, Riyan mendorong sejumlah langkah konkret agar polemik anggaran tidak berujung pada krisis kepercayaan publik:
1. Pemerintah daerah wajib membuka dasar perubahan skala prioritas anggaran secara tertulis dan transparan, termasuk kajian teknokratis dan manfaat jangka panjangnya.
2. DPRD harus mengoptimalkan fungsi budgeting dan pengawasan, termasuk menggunakan hak interpelasi atau rekomendasi perbaikan APBD jika ditemukan penyimpangan prosedur.
3. Sinkronisasi ulang RKPD dan APBD dengan hasil Musrenbang agar tetap mencerminkan kebutuhan masyarakat.
4. Melibatkan publik secara terbuka melalui forum klarifikasi atau konsultasi publik, guna mencegah konflik sosial dan tudingan pengambilan keputusan sepihak.
“Anggaran daerah bukan milik pemerintah atau DPRD, melainkan milik rakyat. Ukuran kebijakan anggaran hanya satu: apakah berpihak pada kepentingan masyarakat atau sekadar kehendak kekuasaan,” pungkas Riyan.(*)