Riyan Permana Putra : Kunker DPRD saat Bencana Melanda Sumbar Akibatkan Citra Negatif Legislatif
Bukittinggi — Dilansir dari Sumbar Kita dan media sosial tik tok Kabar_Nagari, sejumlah anggota DPRD dari beberapa daerah di Sumatera Barat diketahui tetap melaksanakan kunjungan kerja (kunker) ke luar kota meskipun wilayah Sumatera Barat sedang dilanda bencana banjir bandang, longsor, dan kerusakan infrastruktur. Keputusan tersebut memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk pengacara Riyan Permana Putra yang menilai langkah itu menunjukkan ketidakpekaan terhadap kondisi darurat masyarakat.
“Saat Rakyat Berduka dan Berjuang, Para Wakil Rakyat Justru Pergi Kunker”
Riyan menyebut bahwa dalam situasi kedaruratan, pejabat publik semestinya menahan diri dari aktivitas yang tidak mendesak, khususnya kegiatan perjalanan dinas yang menggunakan uang negara.
“Ketika masyarakat kehilangan keluarga, rumah hanyut, dan akses jalan terputus, pergi kunker adalah tindakan yang tidak mencerminkan empati. Wakil rakyat seharusnya hadir bersama rakyat, bukan justru meninggalkan daerah saat bencana,” ujar Riyan.
Analisis Hukum: Diduga Berpotensi Melanggar Asas Kepentingan Umum
Riyan menjelaskan bahwa secara hukum, kunker tidak otomatis melanggar undang-undang. Namun, dalam konteks bencana, tindakan tersebut dapat bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya:
Asas kepentingan umum
Asas kepatutan
Asas ketepatan dalam menggunakan keuangan negara
Riyan menambahkan bahwa PP No. 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengamanatkan penggunaan anggaran harus memenuhi unsur efisiensi dan prioritas. Pada masa tanggap darurat, prioritas jelas seharusnya dialihkan ke penanganan bencana, bukan perjalanan dinas.
Fungsi DPRD Seharusnya Digeser ke Pengawasan Bencana
Dalam perspektif Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Justru pada momen bencanalah pengawasan paling dibutuhkan. Bagaimana DPRD bisa mengawasi penyaluran bantuan dan penanganan kerusakan jika mereka sedang berada di luar daerah?”, tegas Riyan.
Riyan menilai langkah beberapa anggota DPRD tersebut dapat diduga sebagai abandonment of duty atau kelalaian menjalankan fungsi pengawasan.
Risiko Hukum dan Politik
Riyan menjelaskan bahwa kunker saat bencana dapat menimbulkan:
1. Temuan audit BPK atau Inspektorat
Jika perjalanan tidak relevan dengan kondisi daerah atau tidak masuk kategori prioritas, anggaran kunker dapat dinilai tidak wajar.
2. Kerusakan citra lembaga legislatif
Kepercayaan publik terhadap DPRD dapat merosot karena masyarakat melihat wakil rakyat tidak hadir dalam situasi sulit.
3. Potensi desakan etik dan pemanggilan publik
Organisasi masyarakat dan mahasiswa dapat mendesak DPRD memberikan penjelasan atau meminta maaf.
Riyan menyarankan tiga langkah untuk memulihkan kepercayaan publik:
1. Hentikan sementara seluruh kunker selama masa tanggap darurat.
2. Alihkan anggaran perjalanan dinas untuk mendukung penanganan bencana.
3. Sampaikan laporan terbuka kepada publik tentang alasan keberangkatan dan urgensi kunker tersebut.
“Keteladanan itu bukan hanya dari kebijakan, tetapi dari kehadiran. Wakil rakyat harus hadir di antara rakyat saat rakyat paling membutuhkan,” tutup Riyan.(*)
