Riyan Permana Putra, SH, MH ungkap Solusi Penurunan Monitoring Center for Prevention (MCP) dan Survei Penilaian Integritas (SPI) Bukittinggi 2024

Bukittinggi – Pemberitaan dari merdeka.com mengenai capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) maupun Survei Penilaian Integritas (SPI) Kota Bukittinggi tahun 2024 yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya, menimbulkan perhatian serius dari berbagai pihak. Penurunan ini dianggap sebagai sinyal kelemahan dalam tata kelola pemerintahan dan pencegahan korupsi di daerah.

Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH, tokoh muda sekaligus praktisi hukum di Bukittinggi, menegaskan bahwa data MCP dan SPI bukan sekadar angka statistik, melainkan cermin integritas birokrasi. Menurutnya, penurunan indikator tersebut merupakan alarm kewaspadaan bahwa reformasi birokrasi, transparansi, dan sistem pengawasan internal belum berjalan optimal.

“Capaian MCP dan SPI adalah indikator sejauh mana prinsip good governance diterapkan. Jika nilainya turun, maka ada sistem yang tidak berfungsi dengan baik, dan itu bisa membuka peluang praktik korupsi,” ujar Riyan.

Kerangka Hukum Pencegahan Korupsi

Riyan menegaskan bahwa Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, di antaranya:

1. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 1–20 tahun, dan/atau denda Rp 50 juta – Rp 1 miliar.”

2. UU No. 30 Tahun 2002 jo. UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK – menegaskan peran KPK dalam pencegahan, koordinasi, dan supervisi.

3. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Pasal 17–20 mengatur larangan penyalahgunaan wewenang, termasuk tindakan yang melampaui kewenangan, mencampuradukkan kewenangan, atau bertindak sewenang-wenang.

4. PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) – mewajibkan penguatan sistem pengawasan di setiap instansi.

5. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah – menekankan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.

6. United Nations Convention against Corruption (UNCAC) 2003, yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 2006, menegaskan kewajiban negara memperkuat transparansi dan partisipasi publik.

Analisis Penurunan MCP dan SPI Bukittinggi

Menurut Riyan, penurunan indikator integritas daerah bisa dipicu oleh beberapa faktor:

Lemahnya transparansi dalam pengelolaan APBD.

Kurang optimalnya digitalisasi pelayanan publik.

Budaya birokrasi yang masih permisif terhadap praktik gratifikasi.

Minimnya pelibatan masyarakat dalam pengawasan program pemerintah.

“Jika terbukti ada kelalaian atau pembiaran dalam sistem pengawasan, pejabat yang bertanggung jawab dapat terjerat pasal penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam UU Tipikor. Karena itu, perbaikan harus dilakukan bukan sekadar administratif, tapi menyentuh akar sistem,” tegasnya.

Solusi Hukum dan Kelembagaan

Untuk memperbaiki capaian MCP dan SPI, Riyan menawarkan sejumlah solusi konkret:

1. Penguatan regulasi internal berbasis compliance dan integritas.

2. Digitalisasi penuh pada pengadaan barang/jasa, perizinan, dan pelayanan publik.

3. Whistleblowing system yang aman, agar masyarakat dapat melaporkan dugaan korupsi tanpa rasa takut.

4. Audit independen berkala oleh BPK dan Inspektorat.

5. Pendidikan integritas aparatur dengan modul antikorupsi resmi dari KPK.

Pandangan Tokoh Bangsa Minangkabau tentang Integritas dan Korupsi

Sebagai penguat moral, Riyan mengutip pesan para tokoh bangsa asal Minangkabau yang sejak awal menekankan pentingnya integritas:

Mohammad Hatta (Bung Hatta): “Korupsi di Indonesia sudah membudaya. Untuk memberantasnya, dibutuhkan bukan hanya hukum, tapi juga revolusi mental.”

Tan Malaka: “Ideal kita bukanlah kemerdekaan politik saja, tetapi juga kemerdekaan ekonomi dan keadilan sosial.” Pandangan ini menegaskan bahwa tanpa integritas, kemerdekaan tidak akan bermakna bagi rakyat.

Haji Agus Salim: “Politik tidak boleh dijadikan alat mencari keuntungan pribadi, melainkan harus menjadi jalan pengabdian.” Pandangan Syahrir ini mengingatkan bahwa jabatan publik adalah amanah, bukan sarana memperkaya diri.

Sutan Syahrir: “Hidup yang tak dipertaruhkan tak akan pernah dimenangkan.” Pesan moral ini bisa dimaknai bahwa integritas harus diperjuangkan meski penuh risiko, termasuk dalam melawan praktik korupsi.

Riyan menilai, pandangan para tokoh Minangkabau tersebut relevan bagi Kota Bukittinggi hari ini: korupsi bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengkhianati nilai luhur bangsa dan adat Minang yang menjunjung adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

Catatan tentang Data MCP dan SPI Bukittinggi

Hingga saat ini, data resmi skor MCP dan SPI Kota Bukittinggi tahun 2023 dan 2024 belum dipublikasikan secara terbuka oleh KPK maupun Pemerintah Kota Bukittinggi. Pemberitaan yang menyebut adanya penurunan memang benar adanya, namun angka detail capaian belum dapat diverifikasi di laman resmi KPK maupun Pemda.

Riyan menekankan pentingnya transparansi data:
“Pemerintah Kota Bukittinggi harus segera merilis data MCP dan SPI secara resmi agar masyarakat mengetahui tingkat integritas birokrasi secara objektif. Tanpa keterbukaan, sulit bagi publik untuk melakukan kontrol sosial.”

Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH menegaskan bahwa korupsi adalah musuh bersama. Penurunan MCP dan SPI Bukittinggi 2024 harus menjadi momentum evaluasi besar-besaran bagi pemerintah daerah.

“Seperti pesan Bung Hatta, Tan Malaka, Syahrir, dan Haji Agus Salim, integritas adalah fondasi utama bangsa. Bukittinggi harus memimpin dengan keteladanan, memperkuat sistem hukum internal, membangun budaya antikorupsi, dan mengembalikan kepercayaan publik,” tutup Riyan.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)

Bagikan:
Hubungi Pengacara