Aksi Ojol & Mahasiswa Bukittinggi, Riyan Permana Putra sebut Rakyat yang Bersatu adalah Kekuatan yang Tidak Bisa Diabaikan
Bukittinggi – Menjelang aksi damai komunitas ojek online (Ojol) bersama mahasiswa di Bukittinggi pada Sabtu, 30 Agustus 2025, Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH, yang pernah menjadi penasehat hukum salah satu organisasi ojol di Bukittinggi memberikan pandangan hukum sekaligus refleksi historis. Menurutnya, gerakan rakyat di jalanan bukan fenomena baru, melainkan bagian dari tradisi panjang perjuangan kedaulatan rakyat.
“Kalau kita menengok ke belakang, sejarah memberi banyak pelajaran. Di Prancis, penyerbuan Bastille pada 14 Juli 1789 menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap tirani. Tapi di Indonesia, kita punya momentum sendiri. Sumpah Pemuda 1928 adalah bukti bahwa ketika generasi muda bersatu menolak perpecahan, suara mereka bisa mengubah arah sejarah bangsa,” jelas Riyan.
Ia menegaskan bahwa aksi Ojol dan mahasiswa hari ini memiliki makna yang serupa: menyuarakan aspirasi rakyat yang sering kali diabaikan. “Sumpah Pemuda mengingatkan kita bahwa persatuan adalah kekuatan. Begitu pula Ojol dan mahasiswa di Bukittinggi, walaupun berbeda profesi, berbeda latar, tetapi bersatu untuk menegakkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.
“Bastille di Prancis runtuh karena tirani, Sumpah Pemuda muncul karena bangsa ingin merdeka, dan aksi Bukittinggi lahir karena rakyat ingin didengar. Esensinya sama: aspirasi rakyat tidak boleh diabaikan,” tambah Riyan.
Riyan kemudian menguatkan perspektifnya dengan kata-kata Tan Malaka:
“Seorang pemimpin bukanlah yang duduk di atas kursi, tapi yang berada di tengah massa aksi.”
“Kedaulatan rakyat hanya hidup bila massa rakyat bergerak dan bersuara.”
“Rakyat yang bersatu adalah kekuatan yang tidak bisa diabaikan oleh siapapun.”
Tuntutan Ojol dan Mahasiswa Bukittinggi
Dalam aksi nanti, Ojol dan mahasiswa akan menyampaikan beberapa tuntutan penting:
1. Mengecam seluruh aparat kepolisian atas tindakan brutal dan represif yang bertentangan dengan tugas kepolisian sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat (UU No. 2 Tahun 2022).
2. Mengecam tindakan aparat terhadap pers maupun masyarakat yang menyebarluaskan informasi dugaan penyiksaan, serta menghentikan segala upaya menghalang-halangi hak atas kebebasan berpendapat dan hak atas informasi.
3. Mendesak evaluasi menyeluruh terhadap Standar Operasional Pengamanan Massa Aksi agar aparat tidak menjadi ancaman bagi rakyat atau massa aksi.
4. Mendesak seluruh aparat kepolisian menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas tindakan tidak profesional dalam proses penegakan hukum serta mewujudkan keadilan dan kepastian hukum bagi korban.
5. Mendesak pihak kepolisian dan Komnas HAM mengusut tuntas kasus (AK) dengan memastikan seluruh pelaku diproses sesuai hukum dan dijatuhi hukuman setimpal tanpa perlindungan atau impunitas.
6. Menuntut pertanggungjawaban dan pemberhentian secara tidak hormat kepada pelaku dalam kasus (AK) serta beberapa korban lainnya.
7. Menegaskan agar polisi menjadi pengaman masyarakat, bukan penindas.
8. Mencegah praktik tilang ilegal.
9. Menuntut transparansi pelayanan publik agar masyarakat terlindungi dari penyalahgunaan wewenang.
“Perjuangan Ojol hari ini bukan sekadar soal tarif atau kesejahteraan. Ini adalah simbol dari perjuangan rakyat kecil yang menuntut keadilan. Sama seperti Sumpah Pemuda menjadi simbol persatuan, aksi ini bisa jadi simbol bangkitnya solidaritas rakyat Bukittinggi,” tegas Riyan.
Ia pun mengingatkan agar aksi tetap damai dan berjalan dalam koridor hukum. “Sejarah mengajarkan bahwa revolusi yang lahir dari amarah bisa melahirkan kekacauan. Karena itu, jalankan aksi dengan tertib, bijak, dan penuh rasa kekeluargaan. Ojol itu satu aspal, satu perjuangan. Mahasiswa adalah nurani rakyat. Jika keduanya bersatu, itu kekuatan moral yang luar biasa,” jelasnya.
Sebagai penutup, Riyan menambahkan beberapa petikan orasinya melalui media ini:
“Hari ini kita berdiri di Bukittinggi, di simpang sejarah bangsa. Dari Bastille di Prancis, dari Sumpah Pemuda 1928 di Indonesia, sampai hari ini: ketika aspirasi rakyat diabaikan, sejarah akan berulang (“Lorsque les aspirations du peuple sont ignorées, l’histoire se répète).”
Kita tidak membawa senjata, kita membawa aspirasi. Kita tidak hendak menghancurkan gedung, kita mengetuk nurani. Maknanya sama: rakyat tidak bisa dibiarkan diam bila haknya diinjak.
Ojol dan mahasiswa hari ini berdiri sejajar, untuk mengingatkan: kedaulatan ada di tangan rakyat, dan rakyatlah penulis sejarahnya.
Seperti kata Tan Malaka: “Kedaulatan rakyat hanya hidup bila massa rakyat bergerak dan bersuara.”(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)

