
Pengacara Riyan Permana Putra Soroti Pemindahan Inventaris dan Keterlambatan Fasilitas DPRD Agam: Paparkan Solusi Hukum, Teknis, dan Alternatif Penyelesaian
AGAM – Persoalan pemindahan dan pengembalian inventaris laptop bagi anggota DPRD Kabupaten Agam menjadi sorotan publik pada awal masa jabatan DPRD periode 2024–2029. Berdasarkan data Sekretariat DPRD (Setwan) Kabupaten Agam, dari 45 anggota DPRD yang dilantik, 23 merupakan wajah baru, sementara 22 lainnya adalah anggota lama yang kembali terpilih.
Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH — pengacara sekaligus mantan Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Kabupaten Agam — memberikan tanggapan hukum yang komprehensif, memaparkan dasar peraturan, yurisprudensi, serta solusi konkret untuk mengatasi persoalan tersebut.
Inventaris DPRD: Barang Milik Daerah Wajib Dikembalikan
Riyan menegaskan bahwa laptop dan fasilitas kerja yang diberikan kepada anggota DPRD tergolong Barang Milik Daerah (BMD). Pengelolaan dan pengembaliannya diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 45 ayat (1) — mewajibkan setiap pejabat mengamankan dan memelihara barang milik negara/daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pasal 4 huruf c — mengatur pengembalian barang setelah masa jabatan berakhir.
Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 425 — menetapkan tata cara penarikan barang inventaris untuk distribusi ulang atau penggantian.
“Pergantian anggota DPRD harus diikuti pengembalian inventaris untuk dicek dan didistribusikan sesuai prosedur. Ini bukan sekadar administrasi, tapi kewajiban hukum,” tegas Riyan.
Baju Dinas dan PIN DPRD: Pengadaan Tidak Boleh Berlarut
Selain laptop, Riyan menyoroti keterlambatan pengadaan baju dinas DPRD yang masih dalam proses serta PIN DPRD yang sempat gagal lelang dan baru direncanakan kembali pada APBD 2026.
Ia mengacu pada:
UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 208 ayat (2) — kewajiban menyediakan sarana kerja DPRD secara tepat waktu.
Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 Pasal 50 — memungkinkan percepatan lelang ulang untuk kebutuhan strategis pemerintahan.
“Gagal lelang tidak boleh menjadi alasan berlarut. Ada mekanisme pengadaan langsung atau e-purchasing di e-katalog untuk kebutuhan mendesak,” jelasnya.
Yurisprudensi yang Menguatkan
Riyan mengutip Putusan MA Nomor 110 K/TUN/2015, yang menegaskan kewajiban pemerintah daerah menyediakan fasilitas kedinasan bagi pejabat publik sesuai aturan.
“Kelalaian ini bisa dikategorikan sebagai maladministrasi yang dapat diperiksa Ombudsman,” ujarnya.
Alternatif Penyelesaian Selain Ombudsman
Menurut Riyan, penyelesaian persoalan ini tidak hanya bisa ditempuh melalui Ombudsman, tetapi juga melalui jalur lain, antara lain:
1. Inspektorat Daerah — melakukan audit kepatuhan atas pengelolaan dan distribusi inventaris.
2. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) — memberikan penilaian terkait potensi kerugian daerah bila inventaris tidak dikelola sesuai aturan.
3. Komisi Informasi Daerah — membuka akses publik terhadap data pengadaan fasilitas DPRD sebagai wujud transparansi.
4. Panitia Khusus DPRD — membentuk tim internal untuk mengevaluasi dan mempercepat penyelesaian.
Solusi Nyata yang Ditawarkan
Riyan menawarkan langkah strategis:
1. Inventarisasi Cepat Laptop DPRD — audit kondisi dan kelengkapan sebelum dibagikan ke anggota baru.
2. Pengadaan Baju Dinas dengan Metode E-Katalog — memanfaatkan pengadaan cepat untuk percepatan.
3. Lelang Ulang PIN DPRD Melalui APBD-P 2025 — tidak perlu menunggu anggaran 2026.
4. SOP Pengembalian Inventaris — aturan tertulis agar masalah tidak berulang di periode berikutnya.
“Inventaris bukan sekadar aset, tapi simbol amanah dan akuntabilitas. Penanganan tepat waktu mencerminkan profesionalitas dan wibawa lembaga di mata publik.”(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)