
Pengacara Buruh Kabupaten Agam, Riyan Permana Putra : Perusahaan di Agam Harus Patuhi Hukum Ketenagakerjaan, Bayar Pesangon, dan Jangan Tahan Ijazah
Agam, Sumatera Barat — Praktisi hukum Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH yang juga merupakan pengacara Y, yang merupakan karyawan/buruh PT dengan inisial PT. TDR dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Bukittinggi meminta PT. TDR yang beroperasi di Kabupaten Agam untuk mematuhi ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Ia menegaskan bahwa perusahaan wajib memberikan hak-hak normatif karyawan, termasuk pesangon bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta tidak menggaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Barat.
Riyan bersama rekan pengacara lain, yakni, Gusti Prima Maulana, SH, Faizal Perdana Putra, SH, dan Ahsanul Raihan S menyebutkan, setiap pekerja yang di-PHK berhak atas pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, khususnya Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.
“Jangan lagi ada perusahaan di Agam yang seenaknya memutus hubungan kerja tanpa membayar pesangon. Itu pelanggaran hukum yang bisa diproses secara pidana dan perdata,” tegas Riyan di Bukittinggi, Selasa (30/7).
Ia juga menyoroti praktik dugaan pemberian gaji di bawah standar UMP. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Pasal 88E Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang mengatur bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan pemerintah.
“UMP Sumatera Barat tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp2.812.000, dan itu wajib dipatuhi oleh semua perusahaan. Tidak ada alasan untuk membayar lebih rendah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Riyan juga menyoroti juga adanya dugaan praktik penahanan ijazah oleh perusahaan yang menurutnya sangat merugikan tenaga kerja.
“Adanya dugaan penahanan ijazah adalah bentuk perampasan hak sipil. Tidak ada satupun aturan yang membolehkan perusahaan menahan ijazah karyawan. Itu bisa dipidanakan berdasarkan Pasal 422 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang atau bahkan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, jika dikaitkan dengan tekanan agar karyawan tidak menuntut haknya,” tegas Riyan.
Ia mengimbau Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Agam untuk proaktif mengawasi pelaksanaan aturan ketenagakerjaan di daerah tersebut.
“Saya minta agar pengawasan ketenagakerjaan diperkuat. Jangan tunggu buruh demo dulu baru bertindak,” pungkasnya.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)