Santunan Meninggal Dunia Diduga Belum Dibayarkan Jasa Raharja Bukittinggi, Riyan Permana Putra Sebut Keluarga Korban Laka Lantas Bisa Ajukan Gugatan Perdata

Bukittinggi – Dilansir dari Harian Haluan, keluarga korban kecelakaan lalu lintas (Laka Lantas) merasa kecewa atas pelayanan Jasa Raharja Cabang Bukittinggi. Pasalnya, santunan meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas sejak Januari lalu belum dibayarkan. Pada hal, segala bentuk administrasi yang diminta Jasa Raharja telah dipenuhi. Bahkan rekening bank juga telah dibuat.

Salah seorang keluarga korban, Rika Lastri Ningsih (36) warga Halalang Jorong Kambiang VII Nagari Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam mengatakan, orang tuanya Dasman (74) mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Minangkabau Bukittinggi, Rabu (4/12/2024).

“Bapak saya berjalan kaki menuju kedai untuk sarapan pagi di Jalan Minangkabau. Kemudian, datang secara tiba tiba satu unit sepeda motor dari arah belakang dan menabrak orang tua saya,” kata Rika didampinggi suaminya Andi kepada Haluan, Senin (23/6/2025).

“Sudah 6 bulan belum jelas kepastian ada atau tidaknya santunan tersebut. Kami hanya di suruh menunggu saja entah sampai kapan oleh petugas Jasa Raharja Bukittinggi,” ungkap Rika.

Terpisah, Penanggung Jawab Bidang Asuransi Kantor Jasa Raharja Cabang Bukittinggi Ranto, membenarkan jika santunan meninggal atas nama korban Dasman belum dibayarkan kepada ahli waris.

“Berkasnya, telah kami kirimkan ke Jakarta, namun belum ada jawaban dari Jakarta. Semua prosedur telah kami lalui. Untuk kasus korban meninggal dunia di rumah memang perlu persetujuan dari kantor pusat Jasa Raharja. Kalau sudah ada jawaban kami konfirmasikan lagi,” ungkap Ranto.

Ditempat berbeda, Tokoh muda dan praktisi hukum di Bukittinggi, Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH, CLOP menanggapi tentang dugaan santunan meninggal dunia yang diduga belum dibayarkan Jasa Raharja Bukittinggi ini.

Riyan Permana Putra mengungkapkan larangan keterlambatan pembayaran klaim asuransi dengan menyebutkan pengaturannya dalam Pasal 23 ayat (1) PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

“Dalam Pasal 23 ayat (1) PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dijelaskan bahwa Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan, yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim,” katanya pada Selasa, 24 Juni 2025 di Bukittinggi.

Riyan Permana Putra juga menerangkan bahwa jangka waktu pembayaran klaim asuransinya sendiri diatur dalam Pasal 27 Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.06/2003 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi.

“Dalam Pasal 27 Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.06/2003 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi dijelaskan Perusahaan Asuransi harus telah membayar klaim paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak adanya kesepakatan antara tertanggung dan penanggung atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar,” jelasnya.

“Sedangkan, terkait sanksi terhadap perusahaan asuransi yang diduga melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 27 Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.06/2003 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi dapat kita lihat dalam Pasal 37 PP 73/1992, maka perusahaan asuransi yang melakukan tindakan memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim asuransi dapat dikenai sanksi berupa peringatan, pembatasan kegiatan usaha, dan sanksi pencabutan izin usaha,” terangnya.

Riyan Permana Putra menyarankan apabila perusahaan asuransi terlambat membayar klaim asuransi, sebaiknya nasabah menanyakan kepada perusahaan asuransi tersebut, kapan mereka akan melakukan pembayaran. Nasabah dapat menyebutkan pada pihak perusahaan asuransi mengenai adanya kewajiban bagi perusahaan asuransi untuk melakukan pembayaran klaim asuransi tersebut dalam jangka waktu 30 hari, sejak adanya kesepakatan antara tertanggung dan penanggung atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar.

Riyan Permana Putra pun menegaskan jika kemudian perusahaan asuransi tetap tidak membayarkan klaim asuransi yang telah disetujui tersebut, nasabah dapat mengajukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata. Hal ini karena dasar dari asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian sebagaimana diatur Pasal 1 angka 1 UU Asuransi.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)

Bagikan:
Hubungi Pengacara