Riyan Permana Putra Dipercaya Menjadi Pengacara Pemilik 42 Ha Perkebunan Sawit di Pekanbaru Hadapi Sengketa Harta Waris

Pekanbaru – Dr (c). Riyan Permana Putra yang sebelumnya menjadi Ketua Tim Hukum/Advokasi Erman Safar – Heldo Aura serta Ketua Tim Hukum/Advokasi partai politik pendukung Erman Safar – Heldo Aura yang merupakan koalisi terbesar di Kota Bukittinggi dengan gabungan Gerindra, Nasdem, Golkar, PKB, PSI, Perindo, PBB, Garuda, Hanura, Gelora, Masyumi, dan Partai Buruh ini dipercaya pemilik perkebunan sawit di Pekanbaru hadapi sengketa harta waris dengan salah satu objek 42 Ha perkebunan sawit di Pengadilan Agama Pekanbaru sebagai kuasa hukum dalam menghadapi proses hukum dalam perkara perdata dengan Nomor Perkara: 277/Pdt.G/2025/PA.PBR di Pengadilan Agama Pekanbaru.

Selepas sidang pada Selasa, (18/2/2025), bertempat di rumah makan Bareh Solok di Pekanbaru, Riau, Riyan Permana Putra menyampaikan apresiasi serta mengucapkan terima kasih kepada pemilik perkebunan sawit di Pekanbaru hadapi sengketa harta waris di Pengadilan Agama Pekanbaru yang telah mempercayainya dalam menghadapi proses hukum di Pengadilan Agama Pekanbaru, ujarnya.

Riyan Permana Putra menjelaskan, karena Para Penggugat merupakan anak tiri dari keluarga Para Tergugat maka secara hukum Islam, anak tiri tidak termasuk sebagai ahli waris karena tidak ada hubungan darah dengan pewaris. Sehingga anak tiri tidak berhak mendapatkan harta warisan pewaris.

Riyan Permana Putra menambahkan, yang bisa menjadi ahli waris dan berhak mewarisi warisan dari pewaris adalah istri dan anak kandung pewaris. Ini menurut Riyan Permana Putra diperkuat Lampiran SEMA 7/2012 (hal. 9) menyatakan bahwa anak tiri yang dipelihara sejak kecil bukan sebagai ahli waris.

Riyan Permana Putra melanjutkan, pembagian waris di Indonesia sudah diatur dalam tiga sumber hukum, yaitu Hukum Islam, Hukum Perdata, dan Hukum Adat. Bagi pewaris yang beragama Islam, maka pembagian warisnya tunduk pada Hukum Islam yang berpedoman pada Kompilasi Hukum Islam, sedangkan non-Islam dapat memilih antara Hukum Adat atau KUHPerdata. Penyelesaian sengketa dengan Hukum Islam dilakukan melalui Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sedangkan untuk penyelesaian sengketa berdasarkan sumber KUHPerdata dan Hukum Adat dilakukan melalui Pengadilan Negeri.

Riyan Permana Putra juga menjelaskan, sebenarnya potensi sengketa waris di kemudian hari bisa dihindari dengan setiap orang mempersiapkannya dengan membuat wasiat dan/atau hibah pada saat masih hidup. Dalam Pasal 171 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, mendefinisikan wasiat sebagai pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Wasiat ini dibuat pada saat pewaris masih hidup dan diserahkan kepada penerimanya setelah pewaris meninggal dunia.

“Karena jika terjadi sengketa penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan. Tidak hanya waktu dan biaya yang akan terkuras, harta benda yang menjadi objek sengketa waris bisa jadi akan terbengkalai dan berkurang value-nya karena dalam keadaan status quo dimana tidak ada pihak yang boleh melakukan perbuatan hukum terhadapnya,” ungkap Riyan.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)

Bagikan:
Hubungi Pengacara