Riyan Permana Putra sebut Pelaku Penipuan Makan Gratis Presiden di Bukittinggi Bisa Diancam Pasal Berlapis
Bukittinggi – Sebagaimana dilansir dari antara, aksi penipuan bermodus program makan gratis bergizi Presiden Prabowo Subianto terjadi di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Pelaku penipuan juga nekat mengatasnamakan Komandan Kodim 0304/Agam dan meminta bayarb hingga puluhan juta rupiah.
“Pelaku penipuan menyebarkan proposal penyediaan bahan makanan gratis mengatasnamakan Kodim 0304/Agam. Ada tandatangan dan stempel palsu juga,” kata Dandim 0304/Agam, Letkol Arm. Bayu Ardhiyta Nugroho, Sabtu (4/1).
Ditempat berbeda, Dr (cand). Riyan Permana Putra, SH, MH, CLOP, perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Sumatera Barat menyatakan penegak hukum dapat mengenakan pasal berlapis terhadap penipuan modus makan gratis presiden yang terjadi di Bukittinggi sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP, pasal 310 & 311 KUHP, dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, jika memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penegak hukum dapat menggunakan pasal penipuan dalam KUHP dan UU ITE serta perubahannya,” ungkapnya pada Selasa, (7/1/2025) di Bukittinggi.
Menurut Riyan Permana Putra, penipuan yang dilakukan dengan mengatasnamakan instansi negara dapat dijerat dengan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Di Indonesia, penipuan termasuk dalam ranah pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Riyan Permana Putra menambahkan, Pasal 378 KUHP mengatur tentang penipuan, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat untuk mengelabui orang lain dengan maksud untuk memperoleh sesuatu barang atau uang, dapat dihukum dengan pidana penjara. Selain itu, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga dapat diterapkan dalam kasus penipuan yang melibatkan media sosial atau platform digital. Pasal 28 ayat 1 UU ITE menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi elektronik dan dokumen-dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau fitnah, dapat dikenakan pidana penjara. Dengan demikian, penerapan hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku penipuan yang menggunakan media sosial dengan maksud mengelabui masyarakat dan merugikan pihak lain, tambahnya.
Selanjutnya, Riyan Permana Putra melanjutkan, penipuan tersebut merupakan tindakan yang dapat merusak reputasi instansi pemerintah. Kerugian yang timbul dari rusaknya reputasi instansi pemerintah merupakan kerugian immateriil yang dapat mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
Namun, kerugian yang dirasakan tidak hanya bersifat immateriil, melainkan juga dapat berupa kerugian materiil karena pembangunan reputasi instansi pemerintah menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), lanjutnya.
Pelaku yang melakukan perusakan reputasi instansi pemerintah ini dapat dijerat juga dengan pasal 310 KUHP (Pasal ini mengatur tentang pencemaran nama baik, baik secara lisan maupun tertulis) dan 311 KUHP (Pasal ini mengatur tentang fitnah, yaitu pemberitahuan palsu kepada penguasa terkait seseorang yang menyebabkan kehormatan atau nama baiknya terserang), sebagai langkah hukum dalam menegakkan keadilan dan melindungi kehormatan serta integritas institusi pemerintah, tutupnya.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)