Direktur LBH Bukittinggi, Riyan Permana Putra Jelaskan Hak Korban Kecelakaan Jalan Raya Padang Panjang – Bukittinggi

Bukittinggi – Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., pimpinan Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Riyan Permana Putra dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bukittinggi menyatakan pernah ada yang berkonsultasi kepada kami terkait kecelakaan Jalan Raya Padang Panjang – Bukittinggi.

Terutama masalah besaran santunan pada korban kecelakaan yang diberikan oleh Jasa Raharja.

“Kami menjelaskan hak korban kecelakaan dari Jasa Raharja tersebut telah diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No.15 dan No.16 Tahun 2017,” kata dia disela-sela menikmati libur akhir pekannya, Minggu (16/4/2023).

Riyan yang merupakan Perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Sumatera Barat ini menjelaskan besaran santunan untuk korban meninggal dunia sebesar Rp 50 juta yang akan diserahkan kepada ahli waris yang sah. Sementara untuk korban luka-luka dijamin biaya perawatan oleh Jasa Raharja sampai dengan maksimal Rp20 juta.

“Kami segenap keluarga besar Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Riyan Permana Putra dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bukittinggi menyampaikan bela sungkawa. Semoga keluarga diberikan ketabahan menghadapi musibah ini,” ungkap Direktur LBH Bukittinggi ini.

Riyan melanjutkan bahwa Jasa Raharja diberikan amanah untuk memberikan perlindungan dasar kepada masyarakat korban kecelakaan lalu lintas melalui Undang-Undang No. 33 dan 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Umum dan Lalu Lintas Jalan.

Dan Riyan juga menerangkan bahwa Jasa Raharja merupakan perpanjangan dari hadirnya negara untuk masyarakat guna memenuhi pemberian hak santunan bagi korban kecelakaan lalu lintas baik korban meninggal dunia, luka luka, maupun cacat tetap.

Terkait langkah hukum dan kekeluargaan dalam menyikapi kasus kecelakaan di Jalan Raya Padang Panjang – Bukittinggi. Menurut Riyan kita bisa merujuk pada Pasal 1 angka 24 UU LLAJ di atas, penyebab terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas tersebut yang dilakukan secara tidak sengaja, sehingga mengakibatkan pengguna jalan lain menjadi korban hingga mengalami luka-luka.

Dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas tersebut dapat dijerat Pasal 310 ayat (2) UU LLAJ:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Riyan menyebutkan meskipun tidak sengaja membuat terjadinya kecelakaan lalu lintas tersebut, namun secara hukum, yang bersangkutan tetap bersalah karena telah lalai, kurang hati-hati atau kurang perhatian. Dalam hukum pidana, perbuatan semacam ini diklasifikasikan sebagai suatu delik culpa atau kelalaian.

Lalu merujuk pada Pasal 310 ayat (2) UU LLAJ di atas, kelalaian  yang telah menyebabkan timbulnya korban luka ringan bisa diancam pidana penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp2 juta.

“Namun, kelalaian ini tetap harus dibuktikan terlebih dahulu dalam proses persidangan,” tambahnya.

Terkait opsi kekeluargaan, apabila korban mau menyelesaikan perkara ini secara musyawarah kekeluargaan atau mediasi damai, maka akan berdampak baik bagi pelaku.

Namun Riyan menjelaskan juga dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas, hak menuntut korban tidak menjadi gugur meskipun telah dilakukan mediasi dan tercapai kesepatan perdamaian, karena pembayaran ganti rugi berupa uang pengganti biaya berobat atau yang lainnya pada dasarnya bukan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pidana.

Apabila korban tetap menggunakan haknya untuk melaporkan pelaku, maka adanya upaya perdamaian dengan korban tersebut hanya akan menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memeriksa di pengadilan kelak sebagai hal yang bisa meringankan hukuman, jelas Riyan.

Dengan demikian, kami sarankan agar upaya kekeluargaan dengan bermusyawarah dengan si korban dapat Anda pergunakan sebaik-baiknya. Harapannya adalah korban mau memaafkan pelaku dan mau berdamai untuk tidak melaporkan pelaku kepada pihak kepolisian, imbuhnya.

Jika pelaku tidak mampu menyanggupi permintaan dari korban untuk membayar ganti rugi dan sejumlah uang lainnya, maka kami menyarankan untuk pelaku membicarakannya secara baik-baik dengan pihak korban.

Hal ini dikarenakan posisi pelaku adalah pihak yang bersalah yang telah menyebabkan korban menderita kerugiaan berupa luka-luka, sehingga sudah sepatutnya pihak pelaku yang proaktif untuk membujuk korban, saran Riyan.

Riyan juga mengatakan bahwa masyarakat wajib memberi pertolongan pertama untuk menyelamatkan korban kecelakaan lalu lintas.

Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), tepatnya pasal 231 ayat 1.

Berdasarkan pasal tersebut, pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu-lintas wajib menghentikan kendaraan, memberikan pertolongan kepada korban, melapor ke kantor polisi, dan memberikan keterangan kejadian, sebutnya.

Kemudian setiap orang yang mendengar, melihat dan atau mengetahui terjadinya kecelakaan lalu-lintas wajib, memberikan pertolongan kepada korban, melaporkan ke pihak kepolisian, dan memberikan keterangan.

Orang yang terlibat kecelakaan dan sengaja tidak memberikan pertolongan dapat disebut melakukan tindak pidana kejahatan.

“Hal itu tertuang dalam Ketentuan Pidana, diatur dalam UU 22 tahun 2009 tentang LLAJ pasal 312. Apabila korban sampai luka atau meninggal dunia bisa dikenakan pasal berlapis,” ujar Riyan yang juga merupakan Ketua Bidang Hukum dibeberapa organisasi di Sumatera Barat itu.

Adapun pasal 312 berbunyi:

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah)”.

Sebelumnya, dalam waktu 11 hari terjadi dua kecelakaan yang memakan korban jiwa dan kerusakan rumah di jalur Jalan Raya Padang Panjang-Bukittinggi, tepatnya di Bintungan, Nagari Panyalaian, Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar. Kecelakaannya sama-sama akibat rem truk yang blong yang datang dari arah Bukittinggi.

Pada Kamis (30/3/2023), truk dengan nomor polisi BA 8176 LA menabrak tiga rumah dan empat mobil. Selain kerusakan rumah dan mobil, kecelakaan ini mengakibatkan tujuh korban luka.

Kapolres Padang Panjang AKBP Donny dan Kasat Lantas Iptu Aldy Lazzuardy dalam keterangan tertulisnya di situs resmi Polres mengatakan, tabrakan beruntun tersebut terjadi sekitar pukul 12.30 WIB.

Selanjutnya, pada Minggu (9/4/2023), di jorong yang sama kembali karena rem blong, sebuah truk menabrak bangunan, kendaraan dan orang.

Humas Polres Padang Panjang merilis, truk dengan nomor polisi B 9178 DU tersebut menghantam rumah percetakan batako milik warga, serta beberapa kendaraan yang melintas, sekitar pukul 12.00 WIB.

Truk kemudian juga menabrak rumah, sehingga tiga unit rumah warga rusak.

“Korban mengalami luka ringan sebanyak 7 orang dan sekarang sudah dalam penanganan medis di RSUD Padang Panjang dan RS Ibnu Sina Yarsi,” katanya.

Ia mengatakan, saat ini petugas telah mengamankan supir truk untuk dimintai keterangan guna melakukan peyelidikan atas kasus kecelakaan ini.

“Sebagian personel masih berada di lokasi kejadian untuk melakukan pencairan arus lalu lintas dan proses evakuasi selanjutnya,” tutur Kasat Lantas.(*)

Bagikan:
Hubungi Pengacara