Riyan Permana Putra sebut Pemko Bukittinggi Masih Bisa Ajukan PK terhadap Putusan Kasasi yang Tolak Kasasi Pemko saat berhadapan dengan Yayasan Fort de Kock
Bukittinggi – Menanggapi polemik Yayasan Fort de Kock (Yayasan FDK) dengan Pemerintah Kota Bukittinggi, warga Bukittinggi yang juga merupakan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum (PPKHI) Kota Bukittinggi menyatakan bahwa terhadap putusan yang menolak kasasi pemerintah kota, ia berpendapat pemko masih bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Riyan mengungkapkan ini berdasarkan Pasal 67 Undang – undang Nomor 5 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia, Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan.
“Memang utusan kasasi merupakan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, oleh karena itu jika masih tidak puas Pemko Bukittinggi dengan putusan kasasi, Pemko dapat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung melalui panitera Pengadilan Negeri Bukittinggi,” katanya di Bukittinggi pada Rabu, (3/8/2022).
Riyan melanjutkan bahwa peninjauan kembali terhadap ditolaknya kasasi pemko oleh MA diajukan tidak hanya atas dasar ketidakpuasan terhadap putusan kasasi, tetapi terhadap segala putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam arti terhadap putusan pengadilan negeri yang tidak diajukan banding dapat diajukan peninjauan kembali, terhadap putusan pengadilan tinggi yang tidak diajukan kasasi dapat dimohon peninjauan kembali.
“Namun, upaya hukum peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali. Oleh karena itu, jika masih ingin melakukan upaya hukum, hal tersebut sudah tertutup. Pada waktu mengajukan peninjauan kembali, pemohon peninjauan kembali harus memiliki bukti baru yang tidak pernah dikemukakan sebelumnya, dan apabila itu dikemukakan pada persidangan sebelumnya, putusannya akan menjadi lain, atau memiliki bukti bahwa hakim telah salah dalam menerapkan hukum,” lanjutnya.
Riyan menambahkan alasan PK yang paling sering dan paling besar frekuensinya dalam praktik adalah kekhilafan atau kekeliruan nyata. Alasan ini dianggap sangat luas jangkauannya. Apa saja pertimbangan dan pendapat yang tertuang dalam putusan, dapat dikonstruksi dan direkayasa sebagai kekhilafan atau kekeliruan nyata tanpa batas.
Riyan pun menegaskan tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180 (seratus delapan puluh) hari sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara, ini sesuai Pasal 69 UU Mahkamah Agung.
“Jadi, pemko Insya Allah masih bisa mengajukan Peninjauan Kembali dengan ada novum atau bukti baru dan/atau dengan menemukan kekeliruan hakim,” ujarnya.
Sebelumnya sebagaimana dilansir dari klikata.co.id, Pengurus Yayasan Fort De Kock akhirnya bisa bernafas lega setelah sengketa kepemilikan tanah yang terletak di Bukik Batarah, Kelurahan Ganting, Kecamatan Guguak Panjang, Kota Bukittinggi telah menemui titik terang dengan ditolaknya kasasi Pemko Bukittinggi selaku pemohon oleh Makamah Agung RI, atas nomor perkara: 28/Pdt.G/2019/PN.Bkt, Selasa 28 Juni 2022. Adapun putusan kasasi tercantum melalui website informasi perkara Makamah Agung RI dengan nomor register; 2018 K/PDT/2002, dan dipimpin oleh Hakim Agung Dr.Ibrahim, SH, MH, LL.M. (P1), Dr. Haswandi, SH, SE, M.Hum, M.M (P2), Dr.H. Hamdi, SH, M. Hum. (P3) yang memutuskan menolak kasasi Pemko Bukittinggi.
Didi Cahyadi Ningrat, SH & Tim selaku kuasa hukum Yayasan Fort De Kock ketika diwawancara oleh Klikata.co.id, Senin 1 Agustus 2022, menyampaikan bahwa Makamah Agung telah menolak kasasi Pemko Bukittinggi.
“Kita bersyukur atas putusan ini dan mengakhiri polemik-polemik yang terjadi selama ini. Langkah selanjutnya kita menunggu kiriman berkas dari Makamah Agung dan meminta salinan lengkap putusan dari Pengadilan Negeri Bukittinggi. Kemudian kita akan melaksanakan eksekusi terhadap putusan yang menyatakan Pemko Bukittinggi melakukan perbuatan melawan hukum atas pembelian tanah Syafril St. Pangeran, dkk. Berikutnya sesuai amar putusan kita akan menyelesaikan pembelian tanah dengan Syafril St.Pangeran” kata Didi pada klikata.co.id.
Didi juga menambahkan terkait persoalan ruslah dan segala hal yang terkait dengan turunan dari putusan menunggu salinan resmi dari Pengadilan. Adapun klaim Pemko Bukittinggi yang sebelumnya menyatakan bahwa pihak Yayasan Fort De Kock merampas tanah di Bukik Batarah tidak terbukti secara hukum.
“Saya belum dapat memberikan penjelasan dari sikap dari Yayasan Fort De Kock setelah adanya putusan. Perihal tersebut merupakan wilayah dari Yayasan untuk menentukan sikap setelah ini. Dengan putusan ini kita bisa melihat bahwa klaim Pemko Bukittinggi yang menyatakan bahwa Yayasan Fort De Kock merampas tanah di bukik batarah tidak bisa dibuktikan secara hukum” ujar Didi pada Klikata.co.id.(*)