Dalam Bincang Pagi RRI Bukittinggi, Riyan Permana Putra sebut Restorative Justice Solusi Penyelesaian Hukum Anak Kemenakan
Bukittinggi – Jumat, 22 Juli 2022, bertempat di Studio Pro 1 RRI Bukittinggi, diadakan Bincang Pagi RRI Bukittinggi dengan tema Restorative Justice, Penyelesaian Hukum Anak Kemenakan di Minangkabau yang dipandu oleh Yudi Prama Agustino.
Pembahasan tema ini dalam flyer yang disebar RRI Bukittinggi tersebut dengan narasumber Kapolres Bukittinggi AKBP Wahyuni Sri Lestari, SIK, Ketua LKAAM Sumatera Barat, Letkol Laut (Mar) Purn. Dr. Fauzi Bahar, MSi Datuak Nan Sati, Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., Pembina FKPM Kayu Kubu Bukittinggi, Eril Anwar.
Eril Anwar menjelaskan dengan adanya program Restorative Justice dari penegak hukum terhadap kasus-kasus tindak pidana ringan, apakah dari Kepolisian dan Kejaksaan, akan membuat peran Ninik Mamak semakin penting di tengah-tengah masyarakat. Dan yang lebih penting, Ninik Mamak akan makin dihargai oleh anak kemenakannya.
Tak jauh berbeda, Riyan Permana Putra dalam pemaparannya mengapresiasi lahirnya MoU antara LKAAM Provinsi Sumbar dengan Polda Sumbar tentang penyelesaian masalah terkait restorasi justice.
Riyan melanjutkan, berkaca pada pola restorative justice yang diterapkan Belanda terbukti mampu menurunkan tingkat kejahatan dan juga jumlah penghuni penjara dari tahun ke tahun. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak penjara di Belanda yang terpaksa ditutup karena tidak memiliki tahanan.
Restorative justice dilingkungan Polri telah dilaksanakan sejak bergulirnya Perpol nomor 8 tahun 2021. Prinsip keadilan restoratif (Restorative Justice) ini sendiri menurut Riyan merupakan salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan.
Keadilan Restoratif (Restorative Justice) sendiri merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanismenya berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog (melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait) untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku, dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.
Riyan juga menyerukan saatnya untuk mereformasi criminal justice system yang selama ini masih mengedepankan hukuman penjara. Perkembangan sistem pemidanaan bukan lagi bertumpu pada pelaku, melainkan telah mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana tersebut. Jadi sudah seharusnya restorative justice menjadi solusi penyelesaian hukum anak kemenakan di Minangkabau, tutupnya.(*)