Bincang Pagi RRI Bukittinggi Sikapi Polemik Rendang Padang Tercoreng, Perlukah Paten HAKI?
[Keterangan Foto: Dr (cand). Riyan Permana Putra, Yudi Prama Agustino, dan Tokoh Masyarakat Bukittinggi, H. Syahrul Anggun, MBA, Dt Dikoto]
Bukittinggi – Dalam acara Bincang Pagi yang diadakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Bukittinggi dengan tema Rendang Padang Tercoreng, Perlukah Paten HAKI Diurus? yang diselenggarakan padan Rabu, 15 Juni 2022, pukul 08.00 – 09.00 WIB yang dipandu oleh Yudi Prama Agustino.
Dalam acara ini menghadirkan narasumber Pakar Hukum Pidana UI yang juga Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., Ketua IKM DKI/Wawako Jakarta Pusat, Irwandi, S.H., M.M., M.H., Mantan Kabiro Humas & HLN Kemenkumham RI, Dr. I. Sutan Taswem Tarib, S.H., M.H., B.clm., Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, Letkol Mar. (Purn.) Dr. Fauzi Bahar, M.Si, dan Tokoh Masyarakat Bukittinggi, H. Syahrul Anggun, MBA, Dt Dikoto.
Tokoh Masyarakat Bukittinggi, H. Syahrul Anggun, MBA, Dt Dikoto, menyatakan kami berharap pelaku yang diduga melakukan penghinaan terhadap masyarakat Minang ini dihukum agar dapat memberikan efek jera.
Senada dengan Hendri, pendengar RRI Bukittinggi dari Pekanbaru menyatakan hal yang sama dengan Tokoh Masyarakat Bukittinggi, H. Syahrul Anggun, MBA, Dt Dikoto, bahwa ia berharap agar terduga pelaku dihukum dan tidak mungkin pelaku tidak tahu apa akibat yang akan timbul dari perbuatan yang ia lakukan.
Dan Pakar Hukum Pidana UI yang juga Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., menjelaskan bahwa kita berharap agar tokoh masyarakat kita, baik itu LKAAM dan Ikatan Keluarga Minang (IKM) menyikapi aspirasi masyarakat Minang yang mengharapkan adanya tindakan hukum. Ini karna locus delicti (lokasi kejadian) berada di rantau. Dan apakah upaya perdamaian itu telah sesuai dengan Perkapolri tentang Restorative Justice dengan memenuhi syarat formil dan materiilnya.
Riyan yang juga merupakan Alumni UI dan Alumni SMA Negeri 1 Bukittinggi menyatakan bahwa bagi pelaku yang diduga menyinggung soal SARA, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf b Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Menjelaskan bahwa membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan, seperti membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan. Atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain dan mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain.
Riyan pun menambahkan, jadi berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis di atas, hukuman bagi pelaku, termasuk siapa pun yang menghina, menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain secara sengaja soal SARA, khususnya suku dan ras, dapat dituntut hukuman penjara maksimal 5 tahun kurungan dan/atau denda paling besar Rp500 juta.
Terkait pentingnya dipatenkan HAKI, Riyan lebih sependapat dengan Gubernur Sumatera Barat Buya Mahyeldi yang menyatakan bahwa sertifikasi halal harus dilakukan oleh seluruh pelaku usaha, termasuk pemilik restoran yang rumah makan Padang yang menyediakan makanan halal.
Sertikat halal ini penting dilakukan untuk memberikan kepastian, keamanan, dan perlindungan bagi konsumen dalam memilih produk halal. Apalagi berdasarkan peraturan Jaminan Produk Halal (JPH) kewajiban sertifikat halal untuk produk makanan, minuman, sembelihan dan jasa sembelihan sudah diwajibakan sejak 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024.(*)