Sumbangan Komite Sekolah itu Sukarela jika Sudah diwajibkan itu Pungutan dan Dilarang Aturan

Bukittinggi – Sebagaimana diberitakan diberbagai media online. Ada SMA di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, masih memungut uang iuran komite. Realita tersebut membuat Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar geram dan kecewa. Dia melarang para siswa membayar uang tersebut.

“Jangan bayar uang komite karena APBD sudah disiapkan, kalau memang karena kinerja pemerintah provinsi yang memperlambat proses ini, jangan kemudian menjadi masyarakat yang menanggung beban,” kata Erman Safar, Selasa (15/3/2022).

Menanggapi polemik uang komite ini, warga Bukittinggi yang juga merupakan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H. menyatakan komite sekolah dilarang menggalang dana dalam bentuk pungutan (dalam bentuk kewajiban dan ditentukan jumlahnya) yang diperbolehkan hanya sumbangan (dalam bentuk sukarela). Meski sudah ada kebijakan untuk penggratisan yang terhambat di Pemprov Sumbar ini, jangan sampai ada komite sekolah di Bukittinggi tarik pungutan berkedok sumbangan. Apalagi dalam Pasal 27 ayat (1) Permendikbud 1 Tahun 2021 dijelaskan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan.

Uang sumbangan komite itu sukarela, ini dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 Permendikbud 75 Tahun 2016. Jika sudah diwajibkan itu menjadikannya bisa jadi diduga menjadi pungutan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 4 Permendikbud 75 Tahun 2016.

Dan pungutan sendiri itu dilarang aturan, terutama melanggar Pasal 10 ayat 2 Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang mana diperkuat juga oleh Pasal 12 huruf b Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang menjelaskan bahwa komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.

Riyan mengutip Pasal 10 ayat 2 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menyebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.

“Kalau bantuan itu sifatnya tidak rutin, namanya juga bantuan. Bantuan bisa dari pemerintah, masyarakat. Sumbangan juga sama, tidak ditentukan waktunya, tidak rutin,” ujarnya di Bukittinggi pada Rabu, (16/3/2022).

Riyan menambahkan, sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua karena sifatnya sukarela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa.

Sehingga, meskipun istilah yang digunakan adalah ‘dana sumbangan pendidikan’, namun jika dalam penarikan uang tersebut ditentukan jumlah dan jangka waktu pemungutannya, bersifat wajib, dan mengikat bagi peserta didik dan orang tua/walinya, maka dana tersebut bukanlah sumbangan, melainkan pungutan. Sebab, sumbangan pendidikan diberikan secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan.

Jika benar demikian, patut diduga komite sekolah telah melakukan pungutan liar, mengingat sekolah dengan kriteria tertentu dilarang memungut biaya pelaksanaan PPDB dan komite sekolah dilarang menarik pungutan pendidikan.

Dan jika ada dugaan pungutan liar, terhadap perbuatan tersebut, selaku masyarakat, Pertama dapat melaporkan pelanggaran pelaksanaan PPDB melalui http://ult.kemdikbud.go.id, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 41 ayat (3) Permendikbud 1 Tahun 2021.

Kedua, bisa juga mengadukan ke instansi pemerintah berwenang melalui situs lapor.go.id, SMS 1708, atau aplikasi SP4N LAPOR! pada sistem Android dan iOS.

Serta ketiga, bisa juga melaporkan ke Satgas Saber Pungli melalui aplikasi Satgas Saber Pungli Polda Sumatera Barat.

Riyan juga menjelaskan Permendikbud itu mengatur bahwa komite sekolah harus membuat proposal yang diketahui oleh sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat. Selain itu, hasil penggalangan dana harus dibukukan pada rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah.

Berdasarkan Permendikbud tersebut, hasil penggalangan dana dapat digunakan antara lain untuk menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan, pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan, pengembangan sarana/prasarana, dan pembiayaan kegiatan operasional komite sekolah dilakukan secara wajar dan dapat dipertanggung jawabkan.

Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 juga menyebut penggunanaan hasil penggalangan dana oleh sekolah harus mendapat persetujuan dari Komite Sekolah, dipertanggungjawabkan secara transparan, dan dilaporkan kepada komite sekolah.

Adapun, komite sekolah dalam permendikbud tersebut terdiri dari orang tua/wali siswa yang masih aktif di sekolah, tokoh masyarakat, anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, dan pakar pendidikan.(*)

Bagikan:
Hubungi Pengacara