Bukittinggi – Ramlan Nurmatias Peletak Blue Print Bukittinggi Smart City

Penulis:
Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H.
[Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI), Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bukittinggi, dan Direktur PT. Media Bukittinggi Agam]

Kita mengucapkan selamat kepada Kota Bukittinggi meraih penghargaan tingkat nasional di penghujung 2021, yakni menjadi salah satu pemenang pada tujuh kategori dari 10 nominasi penerapan kota cerdas dan digital terbaik di seluruh Indonesia.

Berdasarkan kajian Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi,
perwujudan Bukittinggi Smart City ini telah dimulai semenjak Walikota Ramlan Nurmantias, tak salah jika menyatakan peletak blue print Bukittinggi Smart City adalah beliau. Kita bisa lihat fakta bahwa Bukittinggi menjadi smart city ini sudah dimulai sejak 2017, saat kepemimpinan Ramlan.

Ini diawali dengan Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias membentuk tim menjelang tutup tahun 2016. Tim yang diberi nama Bukittinggi Smart Creative diketuai Monisfar, S.Sos, berkunjung ke Kota Bogor, Senin, 5 Desember 2016. Pilihan Bogor menurut berita di website Kominfo Bogor, karena tahun 2015 telah meraih penghargaan sebagai 5 Kota Terbaik dalam menerapan smart city di Indonesia. Selain tim, bahkan anggota DPRD Bukittinggi saat itu sudah melakukan studi banding ke Jawa melihat-lihat kota yang sudah duluan dan mulai menjalankan program smart city.

Percepatan digitalisasi di daerah (smart city) ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk percepatan & perluasan implementasi elektronifikasi transaksi di pemerintah daerah dan untuk meningkatkan transparansi transaksi serta tata kelola, hingga mengintegrasikan sistem pengelolaan keuangan daerah.

Pandemi yang meski sudah memasuki tahun 2022 berefek positif pada ranah birokrasi di pemerintahan daerah, pemerintah daerah berlomba-lomba dalam digitalisasi menuju smart governance dan semakin mulai digalakkan. Pelayanan publik dibuat prosedur baru melalui layanan daring, artinya krisis saat ini mengakselerasi proses digitalisasi. Dalam bidang ekonomi pembayaran digital meningkat pesat dan lonjakan luar biasa untuk produk daring.

Kita berharap dengan adanya gebrakan smart city dari Bukittinggi akan mematik dan mensukseskan Indonesia menjadi smart nation atau digital nation yang tidak hanya smart di kota tetapi juga di desa (smart village). Serta perkembangan smart city di Indonesia saat ini tidak hanya menitikberatkan pada penggunaan teknologi informasi semata.

Tak cukup perwujudan smart city di Bukittinggi hanya dengan menempatkan kamera CCTV di beberapa titik strategis. Seperti Jam Gadang, Pasar Aur, Pasar Bawah, Simpang Mandiangin, Simpang Kangkuang dan lain lain. Hasilnya dapat dipantau langsung melalui Bukittinggi Command Center di Balaikota. Atau hanya dengan menyediakan hotspot wifi di seluruh titik keramaian kota.

Tapi juga harus sesuai dengan konsep dasar smart city yang menghadirkan solusi yang kreatif dan inovatif atas segala permasalahan kota, seperti menangani banjir, mengurangi kemacetan lalu lintas, dan menekan polusi udara. Termasuk juga menata permukiman kumuh, menyediakan air bersih, mengelola sampah dan limbah, membangun rumah dan gedung hijau cerdas, mobilitas yang cerdas dan seterusnya.

Smart city itu bukan hanya menitikberatkan pada penggunaan teknologi saja, namun juga bisa mewujudkan welfare city (kota kesejahteraan) yang juga harus ditopang lewat aksi nyata Smart Government untuk ekosistem Pemkot, Pemda, Smart Healthcare untuk ekosistem kesehatan, Smart Farming untuk ekosistem pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, Smart Education untuk ekosistem pendidikan, Smart UMKM untuk ekosistem UMKM, Smart Tourism untuk ekosistem pariwisata, serta Smart Industrial Estate untuk ekosistem kawasan industri dan berikat. Seperti di Bukittinggi yang memiliki berbagai pasar tradisional, seperti Pasar Bawah hingga Pasar Sayur Aur Kuning diharapkan digitalisasi pasar tradisional Bukittinggi akan dapat meraih Rekor MURI soal “Digitalisasi Transaksi Pasar Tradisional Kepada Pedagang Terbanyak” yang saat ini dipegang oleh Kota Solo.

Masyarakat dan pemerintah Kota Bukittinggi juga harus meningkatkan transaksi non tunai atau cashless society, penyediaan Layanan Perbankan dalam Penerimaan Pembayaran Pajak Hotel, Restoran, dan Kafe (Horeka) dan Retribusi Daerah. Serta menjadikan solusi penerimaan Daerah dengan e-PBB, e-PDAM, e-Samsat, dan e-Retribusi. Tata kelola kota dengan konsep smart goverment ini akan menciptakan efisiensi, memperbaiki peningkatan pelayanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan warga.

Berdasarkan kajian yuridis dan akademis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi tantangan yang sering dihadapi untuk mewujudkan smart city adalah
Pemerintah daerah terjebak rutinitas (No APBD, No Smart City); anggapan smart city sama dengan proyek TIK, bukan sebagai perubahan budaya kerja; Kapasitas SDM teknis rendah; Belum meratanya infrastruktur TIK; dan Kurangnya komitmen pemimpin daerah.

Adapun beberapa dasar hukum perwujudan smart city di daerah adalah Peraturan Menteri Kominfo No. 8/2019 yang memberikan kesempatan daerah untuk bisa berinovasi dengan leluasa. Pemerintah juga mengeluarkan Perpres Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dan Perpres Satu Data Indonesia.

Berdasarkan pedoman dari Peraturan Mentri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren bidang Komunikasi dan Informatika untuk mewujudkan smart city tentu Pemerintah Daerah harus menyusun rencana induk pemerintahan berbasis elektronik ini sejalan Dalam Pasal 22 ayat 1 Peraturan Mentri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2019. Dan untuk Bukittinggi, rencana ini sudah tersusun dalam Perda Kota Bukittinggi Nomor 04 Tahun 2021 tentang RPJMD 2021 – 2026 yang baru saja telah disosialisasikan.

Dan kolaborasi mewujudkan smart city dengan perbankan ini akan membantu pemerintah daerah, khususnya Bukittinggi dalam mewujudkan percepatan smart city di Kota Bung Hatta. Karna jika kita lihat pada Pasal 23 ayat 1 Peraturan Mentri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2019 menyebutkan Pemerintah Daerah harus menyediakan anggaran untuk penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik. Alangkah baiknya kerjasama ini tak hanya dilakukan dengan pihak perbankan namun juga kolaborasi dengn BUMN, swasta hingga masyarakat kota.

Jadi solusi untuk mewujudkan smart city selain menggalang kerja sama dengan semua pihak, termasuk pihak-pihak di luar ekosistem internal kota seperti perbankan dan BUMN hingga swasta lainnya harus sejalan dengan keberanian daerah untuk mengembangkan kebijakan pro inovatif dan kolaboratif.(*)

 

 

 

 

 

 

Bagikan:
Hubungi Pengacara