Kemajuan Lion Air dan Upaya Menyelamatkan Garuda Indonesia dari Kebangkrutan

Oleh : Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H. [Alumni Magister Hukum Bisnis Universitas Pancasila, Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi yang juga merupakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bukittinggi]

Penulis baru datang dari Jakarta yang kita lihat di halaman depan Ranah Minang (Bandara Internasional Minangkabau) tak terlihat Garuda kita (Garuda Indonesia). Rupanya pandemi Covid-19 terus memukul kinerja PT Garuda Indonesia Tbk. Rugi bersihnya pada semester pertama tahun ini mencapai Rp 12,82 triliun. Angkanya naik 26% dibandingkan periode serupa 2020 yang mencapai Rp 10,17 triliun. Minimnya penumpang dan kewajiban membayar biaya sewa pesawat kepada para lessor menjadi biang kerok kerugian tersebut. Bobroknya kondisi Garuda saat ini terjadi karena kesalahan tata kelola dan manajemen terdahulu. Perusahaan dulu terlalu mudah meneken perjanjian kontrak sewa pesawat dengan sejumlah perusahaan lessor.

Garuda pun baru saja mengalami kekalahan dalam pengadilan arbitrase London, Inggris, melawan gugatan lessor-nya, yaitu Leasing SAS dan Atterisage SAS. Garuda masih terlilit hutang menggunung hingga Rp 70 triliun. Belum lagi, perusahaan terus mencatat rekor kerugian dalam laporan keuangannya. Maskapai flag carrier ini silih berganti menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari para krediturnya yang bisa berujung kepailitan. Dan baru-baru saja Kementerian BUMN sendiri sudah menyatakan secara terbuka bahwa pemerintah tengah menyiapkan maskapai pengganti apabila Garuda Indonesia tak bisa diselamatkan alias terpaksa ditutup serta diwacanakan akan diganti dengan Pelita Air.

Industri penerbangan merupakan  penyedia jasa layanan transportasi udara yang hendaknya dikelola dengan baik untuk meningkatkan kualitas layanan penerbangan dan jumlah pelanggan bisnis sektor penerbangan di dalam negeri mendorong maskapai-maskapai penerbangan berlomba-lomba menguasai pasar. Ceruk pasar yang sangat potensial ini, membuat persaingan antar maskapai penerbangan semakin terbuka. Maskapai penerbangan yang berhasil mengangkut atau menerbangkan penumpang lebih banyak, bisa disebut sebagai penguasa pasar penerbangan  nasional.

Namun berbanding terbalik dengan Lion Airlines, Lion Air sekarang adalah maskapai penerbangan swasta terbesar di Indonesia dan Lion Air juga telah menjadi pemimpin pasar domestik, dimana maskapai penerbangan ini menguasai sebagian besar pangsa pasar domestik. Maskapai penerbangan ini didirikan pada Oktober 1999 dan mulai beroperasi pada tanggal 30 Juni 2000, dimana maskapai penerbangan ini menerbangkan penerbangan penumpang berjadwal antara Jakarta dan Pontianak dengan menggunakan sebuah Boeing 737200 yang disewa. Maskapai ini mengoperasikan penerbangan penumpang
berjadwal dengan jaringan yang luas dari Jakarta.

Saat ini bukan perkara mudah untuk membangun brand atau merek yang kuat ditengah ketatnya persaingan. Inovasi merupakan salah satu bentuk strategi perusahaan guna mengangkat brand atau merek. Namun berbanding terbalik dengan Garuda Indonesia yang makin bobroknya karna kondisi Garuda saat ini telah terjadi karena kesalahan tata kelola dan manajemen, Lion Air justru berkembang karna Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, setiap perusahaan harus berusaha bertahan hidup, tidak hanya bertahan hidup tetapi perusahaan harus bisa bersaing dan berkembang. Salah satu hal yang penting yang harus dilakukan perusahaan agar bisa bertahan hidup dan berkembang yaitu dengan mempertahankan pelanggan yang ada. Pelanggan akan loyal jika kebutuhan pelanggan terpenuhi dan merasa puas.

Strategi yang dapat kita usulkan kepada Garuda agar terhindar dari kebangkrutan selain tata kelola dan manejemen yang bagus, solusi lain salah satunya adalah dengan mempertahankan atau meningkatkan jumlah pelanggan agar merasa puas dan  selalu loyal adalah dengan memberikan layanan yang berkualitas, inovasi dan memiliki citra perusahaan yang baik di mata pelanggan. Dengan kualitas pelayanan yang optimal, inovasi yang diberikan serta citra perusahaan yang kuat diharapkan pihak yang memberikan jasa penerbangan akan memenuhi harapan dari pelanggan. Pemberi jasa penerbangan juga harus mampu memenangkan persaingan yang pada akhirnya akan memperoleh laba yang maksimal.

Perkembangan maskapai penerbangan yang dimiliki atau di kelola pihak swasta menunjukan perkembangan yang cukup tinggi pada saat ini, sehingga tingkat persaingan untuk mendapatkan pelanggan semakin kuat. Kondisi ini sejalan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang terus tumbuh, sehingga pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara juga ikut tumbuh sebesar 15,9 persen tepatnya di atas angka 6 persen.

Perkembangan industri penerbangan memberikan suatu kesempatan dan tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan. Kesempatan muncul dengan meningkatnya permintaan akan jasa penerbangan. Sedangkan yang menjadi tantangan adalah semakin tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan penerbangan yang telah ada. Setiap perusahaan penerbangan berusaha memberikan  pelayanan yang lebih baik dari hari ke hari.

Hal ini bisa dilihat dari peremajaan armada yang dilakukan oleh Lion Air dengan membeli pesawat baru, penambahan rute penerbangan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan. Peningkatan jumlah penumpang dari suatu maskapai penerbangan, selain itu ada pula yang memberi layanan khusus bagi pelanggan yang telah loyal terhadap maskapai tersebut. Seharusnya selain tata kelola dan manejemen yang bagus, Garuda juga harus terus-menerus melakukan inovasi baik dari segi pelayanan maupun teknologi yang digunakan agar dapat  memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada penumpangnya agar terhindar dari kebangkrutan.

Selain itu jika kita lihat dari perekrutan pimpinan BUMN harusnya berasal dari profesional dan independen agar BUMN tidak menjadi sapi perah partai. Kita bisa lihat persyaratan direksi dan komisaris BUMN yang tertuang dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN memang tersirat memperbolehkan kader partai politik untuk menjabat kursi komisaris di perusahaan plat merah.

Namun, beleid tersebut menekankan tidak mengizinkan pengurus partai menjadi direksi dan komisaris BUMN. Jika tetap ingin menjabat, maka orang tersebut harus mundur dari partai. Dengan melakukan revisi Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN agar pimpinan BUMN harusnya dipimpin oleh seorang yang profesional dan independen agar tata kelola dan manajemen serta inovasi sesuai dengan beratnya persaingan ekonomi.(*)

 

Bagikan:
Hubungi Pengacara