Bukittinggi – Menanggapi pemberitaan indonesiadetik.com pada Rabu, 13 Oktober 2021 yang berjudul “Disaat Kasus Kekerasan Terhadap Anak Meningkat, Kota Bukittinggi Raih Prestasi Kota Layak Anak” Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi menyatakan anak Bukittinggi memang harus diselamatkan dari situasi yang mengancam kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya apalagi pada Jumat (8/10/2021) malam lalu telah terjadi kasus dugaan pemerkosaan anak di bawah umur, pelaku nyaris diamuk massa di kawasan Pulai Anak Aia.
“Semua pihak diharapkan memiliki pemahaman yang sama, bahwa anak merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Sebagimana ditegaskan di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan,” katanya di Bukittinggi pada Rabu, (13/10/2021).
Riyan pun memberikan solusi agar persoalan kekerasan terhadap anak di Bukittinggi ini bisa direduksi alias dikurangi menuju kota hebat dengan zero kekerasan terhadap anak.
Diperlukan solusi strategis penanggulangan kekerasan terhadap anak. Pertama, pencegahan kekerasan terhadap anak harus dimulai dari keluarga sebagai lingkungan terdekat anak. Dan kedua, meningkatkan pengetahuan orang tua dalam hal pengasuhan anak. Misalnya dengan meningkatkan literasi terkait pengasuhan anak khususnya pada masa Covid-19, serta berdiskusi dengan komunitasnya atau mengikuti webinar parenting terkait.
Ketiga, memperkuat komunikasi dan kerja sama antara orang tua dengan sekolah. Lalu keempat, penguatan peran dari berbagai lembaga keagamaan dan lembaga masyarakat di tingkat lokal.
Serta kelima, perbaikan ekonomi keluarga. Perbaikan ekonomi keluarga dapat dimulai dengan pemberdayaan ekonomi keluarga. Pemberdayaan ekonomi keluarga meliputi penataan pola pikir keluarga untuk dapat mengelola keuangan dengan baik, menciptakan produk dengan modal dari sumber pembiayaan seperti koperasi agar memudahkan dalam hal persyaratan, dan membangun jaringan pemasaran melalui teknologi digital. Sementara bagi masyarakat rentan secara ekonomi, pemerintah perlu memastikan skema pemenuhan kebutuhan dasar bagi kelompok rentan selama pandemi. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bahwa kegiatan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bersumber dari APBN, APBD, dan/atau masyarakat. Dengan demikian selama pelaksanaan PSBB sebagai bentuk penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, pemerintah bertanggung jawab menyediakan anggaran khususnya anggaran kebutuhan dasar.
Riyan pun mengungkapkan sesungguhnya negara dan pemerintah telah mengembangkan kebijakan, program dan kegiatan-kegiatan sebagai langkah-langkah untuk memberikan perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan.
“Pada tahun 1974, Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial Anak. Pada tahun 1989, Indonesia merativikasi Kovensi Hak Anak (KHA), dan pada tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Peraturan perundang-undangan tersebut menggambarkan, bahwa negara dan pemerintah Indonesia sejak 40 tahun silam sudah memberikan respon terhadap persoalan kekerasan terhadap anak,” terangnya alumni Universitas Indonesia ini.
Sebelumnya sebagaimana dilansir dari indonesiadetik.com menjadi pertanyaan bagi masyarakat Kota Bukittinggi sendiri tentang prestasi kota layak anak sedangkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat. Berdasarkan data dari Dinas P2KP per Bulan September menunjukan kekerasan terhadap perempuan berjumlah 27 kasus dan kekerasan terhadap anak berjumlah 20 kasus, jadi total kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak berjumlah 47 kasus.
Data ini bersumber dari P2KP kota bukittinggi yang disampaikan langsung oleh Kasi Pencegahan dan Penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Emalia Yuli Israyanti, S. Psi.
Menurut Emalia, kasus ini memang belum bisa kami Zero kan sampai sekarang, karena ada bermacam-macam permasalahan didalam penanganan kasus ini seperti permasalahan Ekonomi Keluarga,permasalahan Pendidikan Keluarga dan permasalahan Lingkungan.
Emalia menambahkan, yang paling banyak kasus yang kami temui dilapangan adalah permasalahan Ekonomi Keluarga yang menyebabkan kasus ini terjadi akan tetapi kami dari Dinas terkait akan mencarikan solusi dan menggandeng beberapa Dinas lainnya utk bekerjasama didalam menanggulangi permasalahn ekonomi keluarga ini seperti, Baznas Kota Bukittinggi dan Dinas Sosial kota Bukittinggi.
Sedangkan permasalahan pendidikan keluarga menurut Emalia, kami sudah melaksanakan program ini semenjak tahun 2018 silam. Pendidikan keluarga ini terdiri dari unsur Ayah, ibu dan anak,sedangkan didalam pendidikan keluarga yang kami lakukan selama ini cuma ibu-ibu yang bisa menghadiri kegiatan ini sedang bapak-bapak yang merupakan kepala keluarga dan pengambil keputusan mutlak dalam keluarga tidak bisa hadir dalam kegiatan ini dengan alasan mencari nafkah.
“Untuk itulah sekarang kami sedang membentuk beberapa Satgas Bapak-bapak untuk memberikan sosialisasi terarah dan strategi khusus kepada kepala keluarga dalam melaksanakan kegiatan pendidikan keluarga ini,” ujar Emalia mengakhiri.
Berdasarkan kasus pemerkosaan anak dibawah umur, yang terjadi minggu kemaren menjadi pembelajaran bagi kita semua baik dari Pemerintah kota dan SKPD nya maupun kita sebagai orang tua yang mengawasi kegiatan anak kita dirumah mulai semenjak mereka kanak – kanak sampai mereka dewasa.(*)