Bukittinggi – Terkait adanya perbedaan pandangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 halaman 83 paragraf 3.14.3 yang mengatakan bahwa pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri hanya alternatif dan bukan kewajiban leasing, jadi leasing bisa menyita barang kredit dari debitur tanpa putusan Pengadilan Negeri. Pasalnya, eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan bukan mandatory atau tidak bersifat wajib.
Menanggapi hal ini Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., mengatakan meski pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri (PN) hanya alternatif. Jika kita kutip putusan MK, pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia memang dapat dilakukan di luar pengadilan, namun harus dilakukan secara sukarela, yaitu dengan ada kesepakatan. Apabila tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur, maka tidak bisa dilakukan di luar pengadilan harus dilakukan lewan Pengadilan Negeri.
Aturan tersebut tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XIX/2021. Tepatnya, pada halaman 83 paragraf 3.14.3.
“Putusan MK terbaru ini akhirnya mempertegas bahwa proses untuk mendapatkan putusan pengadilan bukanlah wajib, akan tetapi merupakan alternatif. Namun itu harus ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, mengutip putusan MK, pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia dapat dilakukan di luar pengadilan, secara sukarela (dengan ada kesepakatan). Apabila tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur, maka bisa dilakukan lewat PN dan tidak bisa dilakukan di luar pengadilan,” ungkapnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (6/9).
Mengutip putusan MK, pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia dapat dilakukan melalui luar pengadilan, secara sukarela. Apabila tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur, maka bisa dilakukan lewat PN.
Mengutip rilis resmi MK, keputusan MK ini merupakan putusan terbaru atas gugatan yang diajukan oleh Joshua Michael Djami yang mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 15 Ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
“Pegawai perusahaan pembiayaan dengan jabatan kolektor internal dengan sertifikasi profesi di bidang penagihan meminta kejelasan terkait proses eksekusi objek jaminan fidusia. Permohonan uji materi tersebut merupakan buntut putusan MK nomor 18/PUU-XVII/2-2019,” kata MK.
Pada putusan MK 2019 lalu, terdapat beberapa tafsiran berbeda soal eksekusi jaminan fidusia. Ada pihak yang menilai eksekusi bisa dilakukan di luar pengadilan, tetapi ada sejumlah pihak yang mengklaim bahwa eksekusi harus dilakukan lewat pengadilan.
Dengan putusan (terbaru) MK nomor 2/PUU-XIX/2021 halaman 83 paragraf 3.14.3 dengan jelas dikatakan bahwa pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri hanya alternatif dan bukan kewajiban, meski bukan kewajiban tapi tetap harus ada kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk menyelesaikan di luar pengadilan.(*)